mencegah copi paste

teks berjalan

GAMPONG LAMBARO NEUJID terima kasih telah mengunjungi blog ini

Minggu, 17 Juli 2011

Gampong Lambaro Neujid

GAMPONG LAMBARO NEUJID

“BACKGROUND GAMPONG LAMBARO NEUJID”

Geu Ikat Pageu Ngon Kawat

Geu Ikat Nanggroe Ngoen Adat

Lambaro Neujid adalah salah satu nama Gampong yang terletak di persisir pantai sebelah Barat Aceh, tepatnya di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Letak Gampong tersebut lebih kurang sekitar 15 kilometer arah Barat Banda Aceh ( dari Pusat Banda Aceh ). Gampong Lambaro Neujid ini merupakan bagian dari salah satu kemukiman yang ada dalam wilayah Kecamatan Peukan Bada. Yang nama kemukiman tersebut adalah Lampageu, kemukiman Lampageu ini terdiri atas 4 Gampong yaitu Lam Guron, Lambadeuk, Lambaro Neujid, Lampageu. Menurut perkiraan Gampong Lambaro Neujid ini luasnya sekitar kurang lebih 766,02 hektar yang jumlah jiwanya 690 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga sekitar 184 Kepala Keluarga (Agustus 2008 ).

Menurut Cerita Orang Tua – Tua, wilayah Gampong Lambaro Neujid adalah pindahan Gampong yang ada di pantai ( Pasie ) Lambaro sekarang, berhubung di kala itu rumah penduduk sudah tergenang dengan air laut, maka penduduk Lambaro berangsur – angsur pindah dari pantai tersebut. Menurut cerita yang dapat di percaya, Gampong Lambaro Neujid ini sangat luas daerahnya, termasuk Gampong Lampageu sekarang. Dimana dulu Gampong Lampageu adalah wilayah Gampong Lambaro Neujid, oleh karena pusat Gampong dianggap jauh oleh penduduk yang ada di Lampageu sekarang, maka Gampong Lambaro Neujid ini di mekarkan menjadi dua ( 2 ) Gampong dan Lampageu menjadi sebuah Gampong dari pemekaran Lambaro Neujid, dan batas – batas wilayah Gampong sudah di tentukan oleh orang tua – tua doelo.

Berdasarkan sumber - sumber yang akurat, didalam gampong Lambaro Neujid ini juga ada nama - nama yang lebih di kenal lagi letak posisinya, seperti orang tua – tua menyebutkan Lamkenuerong , tentunya nama tersebut ada kaitannya dengan kejadian - kejadian dimasa lampau, seperti Lamkeunurong ini dimana dulunya menurut cerita, tempat kurungan ( dikuroeng ) nya kerbau yang di pelihara oleh penduduk setempat. Tentunya masih banyak nama – nama tempat dan kaitannya dengan sejarah yang belum bisa penulis paparkan, mudah – mudahan bagi pembaca dapat memberikan argumentasi tentang hal itu.

GAMPONG LAMBARO NEUJID LAM SEJARAH

Jinggki Hana Bajo,

Nanggroe Hana Peutuwa

Menurut Cerita orang tua – tua doelo, pada Zaman Belanda. Tentunya sebelum penulis lahir, Gampong Lambaro ini merupakan Gampong yang rampak, makmur, damai, dan bersatu. Dan oleh karena itu banyak orang orang gagah berani lahir di Gampong Lambaro ini. Dan juga banyak pejuang - pejuang pada masa penjajahan Belanda yang tinggal di Gampong Lambaro Neujid ini. Pada zaman penjajahan perlawanan pendudukan Belanda di Atjeh, tidak terlalu menghalagi usaha – usaha masyarakat. Dan usaha – usaha-pun berjalan dengan normal walaupun perang melawan Belanda berlangsung,

Bertani dan Nelayan adalah sumber mata pencaharian yang utama bagi masyarakat Gampong Lambaro Neujid. Penduduk bertani di lereng pergunungan, kebun, dan persawahan. Lebih detaelnya lagi di gunung petani menanam cabe, cengkeh, kunyit dll, Selain itu penduduk juga mengumpulkan hasil hutan yang ada di pegunungan Lambaro Neujid, sambilan mereka menunggu usaha pokok mereka panen, hasil hutan yang di kumpulkan adalah rotan, sabut ijuk ( Bulee Jok ) dll, pekerjaan ini adalah pekerjaan sampingan bagi mereka, sambil menunggu tanaman mereka panen. Usaha tersebut turun temurun kepada anak cucu dan sampai saat sekarang ini penduduk Gampong Lambaro Neujid masih bermata pencaharian yang sama dan tetap melakukan aktifitas mereka sehari – hari.

Menurut cerita, Pada Masa Belanda kehidupan sosial masyarakat berlangsung dengan baik, Pada masa itu pengaturan pemamfaatan tanah berlangsug dengan tertib. Keadaan berubah drastis pada masa Kedudukan Jepang, Situasi ini membuat perekonomian Gampong morat – marit dan kedudukan Keuchik pun melemah, sehingga ketertiban menjadi kecau, dan termasuk kekacauan terhadap hak atas tanah. Jepang sangat membatasi ruang gerak penduduk dan usaha mencari nafkah. Berbagai pembatasan ini sampai menyebabkan terhentinya kebiasaan penduduk. Utunglah kebiasaan ini bisa di pulihkan setelah kemerdekaan indonesia.

GAMPONG LAMBARO NEUJID DIMASA KONFLIK

Leumik Tanoeh Keubeu Keumubang,

Leumik Goe Parang Gob Mat Kuasa.

Pada Masa terjadi pemberontakan Darul Islam( DI ) di Atjeh sekitar tahun 1953 sampai dengan 1962 Masyarakat masih dapat menjalankan usaha ekonomi seperti biasanya, kehidupan sosial - sosial masyarakat-pun bisa berlangsung tanpa gangguan berati, Selain itu kepemimpinan Gampong dan Mukim tetap berjalan normal.

Keadaan mulai berubah tak bersahabat lagi ketika konflik Atjeh terjadi, yang mulai terparah sejak tahun 1999 sampai dengan 2005, mulai tahun 2000 kegiatan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) meningkat di atjeh Rayeuk, Daerah Gampong Lambaro Neujid termasuk daerah terparah akan adanya konflik. Yang di istilahkan oleh Aparat yaitu Daerah Hitam. Dan setelah itu Aparat Keamanan dari berbagai satuan semakin sering keuar – masuk di Kemukiman Lampageu ini. Termasuk Gampong Lambaro Neujid, tidak jarang Aparat Keamanan itu membentak – bentak Masyarakat, Ada argumen dari masyarakat yang mengatakan bahwa “ menyoe keunong dhoet – dhoet dan tampa nyan chiet ka ie kupi beungoeh “ itu argumen dari masyarakat setempat, Aparat keamanan mengatakan bahwa penduduk melindungi dan memberi makan Anggota Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ).

Kontak tembak antara anggota GAM dan Aparat Keamanan di Kemukiman Lampageu ini berlangsung dengan tanpa mengenal waktu, bisa pagi., siang, bahkan malam hari. Di masa itu ada penyisiran besar – besar yang di lakukan oleh aparat keamanan baik dari darat, laut, bahkan pengebomaman dari udara juga pernah di lakukan di gunung Lambaro Neujid, tepat nya di daerah tangga besi ( Rienyeun Besoe ). Dan juga malam harinya masyarakat di wajibkan jaga malam, guna mengantisipasi anggota Gerakan Atjeh Merdeka ( GAM ) turun dari gunung, itu kata mereka. Dalam kegiatan jaga malam tidak boleh ada anggota jaga yang tertidur dan jika ada kedapatan anggota jaga yang tertidur itu di berikan hukuman oleh Aparat Keamanan.

Pada masa itu kehidupan masyarakat Gampong Lambaro Neujid menjadi sangat susah, beberapa Pos Keamanan di buka di sekitar Gampong dan pos tersebut di huni oleh anggota TNI diantaranya Gampong Lambaro Neujid, pos anggota TNI di buat di dalam area Menasah tepatnya di Kantor Desa, dan itu di huni oleh TNI batalion 112 Mata Ie Aceh Besar. Pada waktu itu gerak - gerik masyarakat di awasi, dan jika ada masyarakat yang mencurigakan akan di proses di area pos tersebut. Dan juga dalam hal pembelian bahan makanan, Misalnya penduduk yang membeli barang dalam jumlah banyak akan di pertanyakan oleh anggota tersebut dan akan di tegur.

Dan juga pada masa itu kehidupan Ekonomi dan pencaharian Masyarakat semakin sempit, Aparat Keamanan juga pernah melarang penduduk untuk pergi ke kebun dan melaut, Sedangkan mata pencaharian penduduk bertani dan nelayan. Setelah itu aparat keamanan memberikan izin kembali kepada masyarakat yang hendak ke kebun tetapi ada syaratnya yaitu setiap penduduk yang hendak ke kebun harus melapor ke pos aparat dan membawa semua bahan bawaan mereka dan akan di periksa oleh aparat dan juga meninggalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada mereka, KTP diambil kembali setelah pulang dari kebun pada jam 17.00 sorenya.

Hal ini telah menimbulkan akibat buruk yang parah terhadap kehidupan sosial dan ekonomi di Gampong Lambaro Neujid khususnya di saat itu, orang tua – tua mengatakan keparahan ini jauh lebih buruk di bandingkan dengan masa pendudukan Jepang. Pada malam harinya masyarakat tidak boleh berada di luar rumah setelah diatas jam 10.00, dan kalo juga ada resiko di tanggung sendiri. Dan tidak ada masyarakat yang boleh berkumpul lebih dari tiga orang. Rapat / musyawarah pun sudah jarang dilakukan di Gampong – Gampong termasuk Gampong Lambaro Neujid, Padahal Atjeh ini sangat di kenal dengan adat duek pakat, yang mana setiap menyelesaikan suatu masalah harus dengan duek pakat, di dalam Pepatah Atjeh juga di katakan tentang duek pakat yaitu “ putoeh haba ngoen muafakat “ dan Pepatah lain juga mengatakan “ menyoe ka muafakat lampoeh jirat ta pegala “ dan itu adalah pepatah - pepatah atjeh tentang duek pakat ini, dan juga pepatah ini mencerminkan kesatuan orang (Ureung Atjeh) dalam mengambil keputusan. Pada masa inilah adat duek pakat ini sudah sangat pudar pada penduduk Atjeh, khususnya Lambaro Neujid.

AKHIRNYA SEMUA KONFLIK

Pat Ujen Yang Hana Pirang ,

Pana Prang Yang Hana Reda

Pagi Hari itu tepatnya pada tanggal 26 Desember 2004 suasana mentari bersinar dengan terangnya dan panorama Gampong Lambaro Neujid yang sangat indah dengan pengunungan yang membentagi di belakang Gampong Neujid itu, Sungguh tiada siapa pun yang menyangka pagi yang kelabu, tiba – tiba Gempa yang sangat keras menggungcangkan Nanggroe Atjeh ini dan juga Gampong Lambaro Neujid ini. Menurut BMG Gempa teresebut berkekuatan sekitar 8,5 Skala Richter. Ketika itu Semua penduduk Lambaro Neujid keluar dari rumah mereka dan juga ada yang berkumpul di menasah pada saat itu, beberapa waktu kemudian terdengar suara yang sangat mengerikan seperti suara angin yang sangat kencang yang belum pernah di dengar oleh siapapun penduduk. Dan juga setelah itu terdengar juga bunyi letusan tiga kali dari arah lautan seperti bunyi bom yang meledak.

Tiada di duga Gelombang yang sangat besar tampak datang dari arah lautan. Semua pohon bakau yang ada di sungai lenyap di gulung oleh gelombang tesebut. Ketika penduduk melihat kearah laut mereka sangat ketakutan dan langsung berlarian tanpa teringat suatu apapun lagi. Penduduk lari kegunung menyelamatkan dirinya dari gelombang tersebut. Tidak lama kamudian Gampong Lambaro Neujid menjadi lautan yang sempat di lihat dari lereng gunung. Setelah beberapa saat kemudian, selang satu jam penduduk kembali turun dari gunung kerumah mereka, Apa hendak di kata semuanya telah kehendak yang Kuasa. Orang tua – tua di Gampong Lambaro Neujid mengatakan ini adalah ujian dari Allah kepada hambanya, dan mereka mengatakan gelombang itu adalah Ie Beuna, sedangkan dalam bahasa modern yang disebut Tsunami.

Tak terasa waktu berjalan tiada hentinya, malampun tiba. Banyak penduduk merasa kelaparan dan tiada bekal yang bisa di bawa dari pelarian tadi pagi. Tiada terasa dua hari dan dua malam sudah berlalu, banyak penduduk yang berkumpul di bukit Lhok Panah, salah satu bukit yang terkenal di daerah Lambaro Neujid ini. Kesedihan yang mendalam dan gelapnya masa depan bercampur menjadi satu. selama dalam 2 hari tersebut masyarakat sempat menguburkan saudara – saudara yang meninggal di Gampong Lambaro Neujid yang di kuburkan di dekat Menasah.

Selama dua ( 2 ) hari dalam wilayah perbukitan masyarakat berinisiatif untuk turun ke daerah kota mencari bantuan dan tempat pengungsian. Matahari pun bersinar sebelah timur awal tandanya pagi. Masyarakat-pun sudah siap untuk berhijrah ke kota untuk mencari bantuan dan tempat yang aman. Langkah demi langkah jalan darurat pun di gunakan masyarakat sampai ke daerah Simpang Jempet. Masyarakat berkumpul di simpang jempet dan sampai disana ada instruksi, kita masyarakat mengunsi di Mesjid Lampeneurut. Waktu itu masyarakat di angkut dengan mobil truck ke Mesjid Lampenuerut dan masyarakat menetap di Mesjid tersebut. Selama tiga bulan penduduk menetap di Mesjid Lampeunuerut. Waktu berjalan tiada terasa Hari Raya Idul Adhar pun tiba. Penduduk Lambaro Neujid merayakan Hari Raya di tenda sambil isapan tangis dari keluarga – keluarga, di mana anak kehilangan orang tua, kakak kehilangan adik, yang terpisah pada tanggal 26 desember 2004 yang telah lalu.

PENDUDUK PINDAH KE BARAK

Sira Tajak Ta Pileh Seutuk,

Sira Taduek – Duek Ta Peuget Tima

Setelah Berada di tenda pengungsian Lampeuneurut lebih kurang selama 3 bulan penduduk di pindahkan barak yang di bangun untuk pengunsi. Setelah pindah dari tenda penduduk terpencar di karenakan barak yang di sediakan kurang. Sebagian penduduk pindah ke Sibreh dan ada juga pindah Lampasie Engking, dan ada juga yang telah duluan pulang kampong halaman memulai hidup baru kembali. Sebagian penduduk tidak ingin dulu pulang ke Gampong dan sebahagian kecil sudah pulang lebih awal. Banyak alasan kenapa penduduk ingin menetap di barak pengungsian dan tidak ingin pulang Gampong dahulu di karenakan hal yang paling utama adalah transportsi dimana jalan yang sangat darurat dan kesehatan yang tidak ada sama sekali, pendidikan anak – anak dan banyak lagi kendala sehingga penduduk ingin menetap di barak. Awal tahun 2007 penduduk mulai pulang dari barak ke Gampong halamannya dan memulai hidup baru dengan adanya bantuan rumah yang di bangun oleh UPLINK dan BRR. Sekarang kehidupan penduduk sudah seperti sebelum Tsunami walaupun ada juga yang berbeda dengan sebelum tsunami.

Dikutip dari Berbagai sumber

Dan Cerita – cerita Orang

Tua -Tua Lambaro Neujid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menantang sang surya

dalam dinginnya malam ini kadang kuteringat akan dirimu …
teringat ketika senyummu masih untukku …
yang selalu hadir dalam mimpiku …
yang sampai saat ini masih terbayang dipelupuk mataku …

kau yang dulu kucinta …
dan sampai kapanpun kau selalu kucinta …
kini pergi tinggalkan untukku hanya sisa …
rasa pahit yang selalu terbayang jelas diingatanku …

memang ku tak pernah bisa menyadari …
semua keegoisanku pada diri …
mungkin itu yang membuatmu lelah dan muak …
hingga kau tinggalkanku sendiri …

tak banyak kata lain untukmu lagi …
selain kata “aku masih sayang kamu” …
hanya itu yang masih melekat difikiranku …
tak pernah hilang dalam dekapan waktu yang terluka …

disini dibatas senja kuberdiri …
menantang sang surya tuk tak tenggelam …
supaya ku tak telelap dalam tidur …
supaya ku tak terhanyut dalam lamunan ….